Sudah lama saya tidak menulis di blog ini, semenjak membuat blog baru, pan-indonesia.blogspot.com, yang berisi cerita perjalanan saya mengunjungi tempat - tempat menarik di Indonesia. Saya hampir lupa punya blog ini, yang saya bikin pada saat masih kuliah, dengan tujuan mencurahkan peemikiran saya saat itu, yang agak aneh, radikal, ekstrim tapi logis.
Saat ini saya sudah bekerja di Badan Informasi Geospasial (BIG), dulunya bernama BAKOSURTANAL - Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Kantor BIG ada di Cibinong. Hanya ada satu kantor di Indonesia, dengan wilayah kerja seluruh Indonesia. BIG adalah lembaga pemerintah non kementrian yang bertanggung jawab dalam menyediakan Informasi Geospasial (seperti peta topografi, peta batimetri, dll) bagi kepentingan nasional.
Kantor saya ada di Cibinong, jadi tiap hari saya berkutat di kota ini. Cibinong sebenarnya adalah kecamatan yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Bogor. Terletak di sekitar 40 km dari Jakarta ke arah Bogor. Kota ini tipikal kota urban. Dengan mayoritas penduduk yang saya perkirakan bukan penduduk asli. Sebagian berbahasa sunda tapi bukan sunda tulen karena sudah bercampur dengan logat ibukota. Jadilah kota ini sebagai kota pinggiran ibukota. Dan seperti kota pinggiran yang lain, kota ini selalu macet, semrawut, dan berantakan. Sip!!
lokasi Cibinong |
Oke, kita mulai saja, di tulisan kali ini saya ingin membeberkan pengalaman saya menyusuri jalan raya Jakarta-Bogor, melewati pusat kemacatan di Cibinong, yaitu pasar Cibinong.
Seperti yang saya sampaikan diatas, Cibinong berada di antara Jakarta dan Bogor, sehingga dilewati oleh jalan raya Jakarta-Bogor. Di Cibinong ini ada satu titik yang menjadi pusat kemacetan dan keramaian. Titik kemacetan ini berada di pertigaan jalan raya Jakarta-Bogor ke arah Citeureup. Di titik temu ini juga terdapat pasar Cibinong, yang bikin semakin macet. Lebih jelas lihat gambar berikut.
titik temu dari tiga arah |
Dari gambar tersebut bisa kita analisis. Titik yang menjadi pusat kemacetan adalah simpul dari tiga arah: Jakarta, Bogor, Citeureup. Arah Jakarta dapat berarti Cimanggis, Depok, Pasar Rebo. Ke arah Bogor ada kawasan padat penduduk seperti Cikaret, Kandang Roda, Pomad, Ciluar, atau Bogor Outer Ring Road (BORR). Sementara ke arah Citeureup ada kawasan padat penduduk Ciriung, Kranggan, atau pintu tol Jagorawi (gerbang tol Citeureup).
Maka, jadilah titik tersebut menjadi titik temu bagi tiga arah mata angin yang masing - masing membawa jumlah kendaraan yang banyak dan ditambah angkot dengan gaya khasnya. Macet, tidak terhindarkan. Kondisi manajemen lalu lintas yang menurut saya tidak terawat membuat kemacetan semakin parah, apalagi saat jam - jam sibuk atau pada akhir pekan.
Bayangkan saja, di titik pertemuan tersebut, sangat minim rambu lalu lintas untuk menjaga kelancaran lalu lintas. Bahkan tidak ada lampu lalu lintas!! Petugas yang berwenang pun jarang terlihat. Kacau sudah. Akhirnya hukum alam yang bertindak. Serobot sana - sini. Semrawut.
skema pengaturan lalu lintas |
Mari kita lihat secara lebih detil dan mendalam sesuai gambar diatas. Dari arah Jakarta, menuju titik temu tersebut kita akan melewati sebuah jembatan fly over yang melintas diatas rel kereta api yang sudah tidak terpakai lagi saat ini. Mungkin tujuannya dulu adalah menghindari kemacetan akibat antrian bila ada kereta api lewat. Adanya fly over ini cukup membantu mengatasi kemacetan, bayangkan saja bila tidak ada fly over, maka pergerakan kendaraan akan semakin terhambat oleh rel kereta api. Di fly over ini, kemacetan sering tampak sejak diatas fly over karena terjadi penumpukan kendaraan di titik temu tadi. Selain diatas fly over, dibawahnya pun terjadi kemacetan. Kendaraan dari arah Bogor yang hendak menuju Citeureup harus memutar dibawah fly over, baru setelah itu berbelok ke Citeureup. Karena di titik temu Pasar Cibinong macet, maka kemacetan tersebut mengular sampai bawah fly over.
Dari arah Bogor, kemacetan sudah muncul sejak pertigaan jauh di selatan. Pertigaan ini merupakan titik temu kendaraan dari arah belakang Pasar Cibinong / Ramayana (lihat gambar diatas). Angkutan umum harus lewat sini. Di titik tersebut, kendaraan angkutan umum (biasanya bis besar) menyebabkan kemacetan. Bis tersebut mangkal di samping Ramayana dan kemudian mengikuti jalan satu arah tersebut sampai di pertigaan, macet deh disana.
Dari arah Citeureup, kemacetan dimulai dari pertigaan dimana angkutan umum berbelok kekiri ke arah jalan satu arah belakang Ramayana. Kemacetan disebabkan banyaknya angkot yang ngetem didepan pasar. Dan tentu saja karena adanya titik temu dari tiga arah tadi.
Secara lebih spesifik, yang bikin macet adalah:
1. Titik temu di depan Pasar Cibinong tidak ada traffic light, kendaraan dari Citeureup ke arah jakarta bentrok dengan kendaraan dari Jakarta arah Bogor
2. Banyaknya angkot ngetem di depan pasar Cibinong, Ramayana, bahkan fly over (gilak!!)
3. Adanya PKL yang memakan bahu jalan dan bahkan ruas jalannya juga (gimana nggak macet!!)
4. Kendaraan (sepeda motor) yang harusnya memutar di bawah fly over, malah memutar di fly over (lihat gambar, ya macetlah, lha wong itu jalur untuk kendaraan dari Citeureup ke arah Jakarta)
Capek, panjang banget tulisan ini, namun masih bersambung karena ini baru pemaparan fakta lalu lintas di lapangan. Nanti saya lanjutkan dengan analisis perencanaan kedepan, setelah dapat wahyu dan wangsit dulu serta mengumpulkan bahan serta kasus yang mirip.
Ciaoooo...!!
Secara lebih spesifik, yang bikin macet adalah:
1. Titik temu di depan Pasar Cibinong tidak ada traffic light, kendaraan dari Citeureup ke arah jakarta bentrok dengan kendaraan dari Jakarta arah Bogor
2. Banyaknya angkot ngetem di depan pasar Cibinong, Ramayana, bahkan fly over (gilak!!)
3. Adanya PKL yang memakan bahu jalan dan bahkan ruas jalannya juga (gimana nggak macet!!)
4. Kendaraan (sepeda motor) yang harusnya memutar di bawah fly over, malah memutar di fly over (lihat gambar, ya macetlah, lha wong itu jalur untuk kendaraan dari Citeureup ke arah Jakarta)
gimana nggak macet |
Ciaoooo...!!
postingannya izin jadi bahan sumber laporan yaa kaa :)
BalasHapus